Suatu sore yang begitu damai, aku duduk santai di beranda rumahku.
Ditemani secangkir teh panas, yang memang sengaja aku bawa dari dalam rumah
tadi. Aku nikmati teh ini ditemani dengan lantunan musik klasik yang begitu
indah terdengar.
Suara kicauan burung yang terbang kesana kemari, semakin menambah
tentramnya sore ini. Aku mendadak teringat akan sesuatu, teringat akan suatu
masa dimana aku benar-benar merasa bahagia. Aku terdiam, pandanganku menatap
jauh kedepan. Mencoba untuk bisa mengingat kembali kenangan itu. Aku mencoba
untuk terus masuk dalam memori indah itu, mencoba menemukan kenangan yang telah
aku alami itu.
Lantunan musik klasik yang sedari tadi menemani soreku, semakin
membuatku tenggelam dalam lamunan panjangku. Bermenit-menit berlalu, tak terasa
air mata ini perlahan-lahan mulai jatuh. Air mata yang menggambarkanﻢ
betapa aku merindukan kenangan itu, kenangan dimana aku dan teman-teman masa
silamku yang begitu berarti. Semakin jelas kenangan itu terfikirkan, semakin
deras pula air mata ini mengalir.
“Ya, Allah. Aku rindu teman-temanku, aku rindu masa-masa dimana aku
dan teman-temanku tertawa bahagia bersama. Kapankah kita akan bertemu kembali?
Apakah ini perpisahan sementara, ataukah perpisahan yang abadi? Ya, Allah“ aku
berteriak dengan berderaian air mata, meluapkan semua emosi akan ini semua.
Akibat teriakan ku itu, semua burung yang terbang bergembira tadi
seketika itu juga langsung hening. Tak ada seekor pun dari mereka yang masih
terbang, semuanya hilang bagai ditelan bumi. Tak ada seerkor pun dari mereka
yang menemaniku lagi. Hari semakin gelap, ufuk merah senja telah muncul dan
suara adzan pun mengiringi.
“Allahu Akbar,
Allahu Akbar..”
Suara adzan telah membuatku terbangun dari lamunan panjangku. Sambil
terisak aku menghapus air mataku dan beristighfar sebanyak mungkin. Setelah
sadar sepenuhnya, akulangsung masuk kedalam rumah untuk menunaikan kewajibanku
kepada-Nya.
“Laa Ilaaha
Illallah..”
***
Dalam setiap sujudku, aku meminta kepada Yang Maha Kuasa untuk
mempertemukanku dengan teman-teman lamaku lagi. Diakhir shalatku aku
menengandahkan tangan dan berdoa kepada-Nya.
“Ya Allah, Yang Maha Pembolak Balik Hati, tabahkanlah hati ini.
Berikanlah ketenangan jiwa bagiku agar tidak selalu larut dalam masa lalu. Ya
Allah Yang Maha Mempertemukan, pertemukanlah aku dan teman-temanku lagi Ya
Allah, aku benar-benar merindukan mereka. Aku ingin mereka hadir kembali
dihidupku meski hanya untuk beberapa saat. Ya Allah Yang Maha Memelihara dan
Maha Melindungi, periharalah dan lindungi selalu teman-temanku dimanapun mereka
berada, Ya Allah. Berikan mereka keselamatan selalu, lindungi mereka dari
setiap tindakan yang membahayakan mereka, Ya Allah. Subhanarabbikal rabbil ‘izzati ‘amma yaa syifun, wassalamun ‘alal
mursalin walhamdulillahi rabbil ‘alamin. Aamiin.”
Setelah berdoa, kepala ku terasa sangat pusing sehingga tidak dapat
menahannya, kemudian aku pun tertidur. Dan di dalam tidur aku bermimpi.
***
2 TAHUN SEBELUMNYA
Hari ini hari pertama sekolah setelah liburan akhir semester dua.
Dengan semangat menggebu-gebu, aku berangkat sekolah. Ingin melihat dimanakah
kelas baruku dan apakah itu kelas unggul atau bukan. Aku berharap bisa masuk
kelas unggul, karena aku ingin lebih focus belajar di kelas delapan ini,
setelah satu tahun belajar di kelas tujuh tsanawiyah ini.
Sesampainya di sekolah, pengumuman belum ditempelkan. Bapak/Ibu
wakil kepala masih belum berhenti mengoceh didepan sana, berbicara mengenai
system pendidikan di tahun ajaran baru ini. Aku sih ogah dengerin itu semua,
mendingan ngobrol bareng teman-teman daripada harus mendengarkan celotehan
wakil kepala yang nggak tahu kapan berakhirnya.
Singkat cerita, akhirnya pengumuman dimana kelas yang akan kami
tempati ditempelkan juga. Dan segera juga setelah itu, kaca-kaca diseluruh
kelas penuh sesak oleh seluruh siswa yang hendak mengetahui dimana kelasnya.
Aku pun tentu tak mau ketinggalan, aku juga ingin tahu dimana kelas aku untuk
di kelas delapan ini. Pengumuman ditempelkan pada dari kelas paling ujung,
melihat hal ini tentunya menjadi suatu tekanan batin tersendiri untuk ku.
Aku mulai mencari namaku di pengumuman pertama, dengan sangat
berhati-hati aku mencoba untuk menemukan namaku. Sekali tidak ketemu, aku
ulangi lagi, belum juga ketemu, aku ulangi lagi, sampai pada pencarian yang
ketiga setelah aku benar-benar yakin bahwa namaku tidak ada di kelas paling
ujung ini. Aku mantapkan langkah untuk melihat pengumuman di kelas selanjutnya,
dalam hati aku masih berharap bisa masuk kelas unggul.
Telah semua pengumuman kelas aku telusuri namun sampai saat ini
belum juga aku temukan namaku. Tinggal satu pengumuman, yaitu di kelas delapan
satu. Yang memang dikhususkan sebagai kelas unggul. Jantung ku berdetak kencang
ketika hendak melihat pengumuman yang tertempel di kaca kelas. Aku berusaha
temukan namaku, dan ternyata namaku memang tertera disana. Alhamdulillah,
akhirnya aku mendapatkan juga kelas yang aku idam-idamkan. Betapa senang nya
hati ku melihat pengumuman itu, segera saja aku masuk kelas dan meletakkan tas.
***
Keesokan harinya, kami langsung belajar. Tidak ada waktu untuk
bermain-main, yang biasanya di sekolah-sekolah lain selama satu minggu di awal
semester itu masih perkenalan dan basa basi segala macamnya. Kepala sekolah
mengatakan bahwa di Madrasah ini ujiannya banyak, sehingga tidak bisa disamakan
dengan sekolah-sekolah lain.
Sama seperti siswa-siswa di kelas lainnya, jika tidak ada guru yang
masuk, maka akan kami gunakan kesempatan itu untuk bercengkrama sepuasnya. Baik
mengenai pelajaran, game, gebetan, pacar, putus nyambung dan masalah remaja
lainnya. Dan satu pengalaman yang benar-benar tidak bisa kulupakan di kelas ini
adalah, ketika kami sedang asyik-asyik nya bercengkarama satu sama lain,
tiba-tiba guru piket masuk dan kami langsung pontang-panting mencari dimana
tempat duduk asal kami semua. Karena ketika jam kosong itu, kami sudah berada
di kelompok-kelompok masing-masing. Dan ketika kembali ke tempat duduk asal itu
lah yang membuat aku betah di kelas ini, karena dalam suasana yang begitu panik
itu kelas kami benar-benar seperti berada di sebuah pasar. Hahaha…
“Rijal, bisa tolong ambilin buku catatan bahasa Indonesia ku
nggak?” pintaku kepada teman sebangku ku.
“Oh, tentu saja. Nih” jawabnya seraya mengasihkan catatan itu
kepadaku.
“Terima kasih.”
Hari ini berhasil aku lalui dengan sempurna. Semuanya sangat
mengasyikan, tak ada satu pun beban yang kurasakan dan ku harap tak akan
pernah. Semoga.
***
Tak terasa, sudah satu semester aku berada di kelas ini. Sebentar
lagi rapor hasil belajar pada semester satu akan di bagikan oleh masing-masing
wali kelas. Dan tentu saja hari ini menjadi hari yang sangat berat yang harus
kulalui. Aku tak tahu nilai apa yang aku terima nantinya, apakah itu bagus atau
tidak. Aku takut kalau nilai ku jelek semua orang tua ku akan kecewa kepadaku.
Namun aku tetap optimis bisa mendapat nilai yang bagus.
“Baiklah, sekarang kita bacakan para pemuncak kelas di kelas
depalan satu. Kira-kira siapa yaaa?” suara Bunda Mareta yang begitu manis mulai
membacakan pemuncak kelas kami.
“Oke, Bunda mulai dari juara tiga ya, Ananda. Juara tiga,
adalaaahhh…. Rijal Fikri Mardhatillah, anak dari Bapak *tiiiiiitttt* dengan
rata-rata nilai 89,92. Silakan maju kedepan ananda. Juara dua, jatuh kepadaaaa…..
Rohadatul Aisy, anak dari Bapak *tiiiiittt* dengan rata-rata nilai 90,87. Dan,
sang juara satu adalaaahhh….. Mira Gusnita, anak dari Bapak *tiiiitttt* dengan
rata-rata nilai 91,30. Selamat ya, Ananda semua yang berhasil menjadi
pemuncak-pemuncak kelasnya masing-masing. Bunda ikut bangga dengan prestasi
ananda-ananda semua, semoga bisa tetap dipertahankan ya, nak.” Bunda Mareta pun
mengakhiri pengumumannya dengan mengucapkan salam.
Mendengar nama-nama yang disebutkan tadi, aku sedikit terkejut
karena orang-orang yang tak terprediksi saja yang mendapatkan
peringkat-peringkat kelas. Tapi tak apa, aku berprasangka baik saja terhadap
mereka. Mungkin saja kan mereka dirumah belajar habis-habisan.
Dan saat yang paling aku takut-takutkan pun dating juga. Para wali
kelas sudah menuju ke kelas nya masing-masing, termasuk wali kelas kami. Oh, Ya
Allah aku benar-benar takut. Sejurus kemudian, semua orang tua disuruh masuk
oleh wali kelas ku. Dan tentu saja murid-murid tidak dibolehkan masuk
“haduuuhhh..” keluh ku.
“Baiklah bapak-bapak dan ibu-ibu, langsung saja kita bacakan nilai
yang telah anak-anak bapak/ibu dapatkan selama satu semester ini. Kita mulai
saja dari peringkat empat, karena peringkat satu sampai tiga sudah sama-sama
kita ketahui tadi. Baik, untuk peringkat keempat jatuh kepada Fikri Irfandi
silahkan orang tua dari Fikri untuk dapat mengambil rapornya kedepan.”
Setelah basa-basi, meminta sumbangan dan segala macamnya. Akhirnya
orang tua Fikri keluar juga. Dan terlihat wali kelas ku kembali membacakan peringkat
selanjutnya.
“Peringkta kelima jatuh kepada M Hafizh Abrar Nursal, silahkan
orang tua dari Hafizh untuk maju kedepan.”
“Hah? Aku peringkat
kelima? Yang benar saja..”batinku.
Lima menit kemudian orang tua ku keluar dengan senyum tersungging
dari mulutnya.
“Selamat ya, nak. Ayo sekarang kita pulang” kata ibuku.
Yasudah karena aku memang sudah tidak ingin berlama-lama disekolah
ini, langsung saja aku iyakan ajakan orang tuaku.
“Ayo, bu.”
***
: Maaf ini nomor
siapa ya?
Sebuah sms nyasar masuk ke handphone ku. Langsung saja aku balas.
: Ini Hafizh. Maaf
ini siapa?
Beberapa saat kemudian langsung datang balasan baru.
: Hafizh? Hafizh
mana ya?
: Kamu anak MTsN
Model?
: Iya, emang kenapa?
: Nah, aku juga. Aku
Hafizh VIII.1. Maaf kamu dapat nomor ini darimana?
: Oh, tetap saja aku
nggak kenal. Eh, bukannya kamu tadi yang sms aku duluan?
: Yeee, sejak kapan?
Kagak pernah tuh, di sentbox ku aja
nggak ada tuh aku
ngirim sms ke kamu
: Masa iya? Tapi
kenapa sms mu masuk ke handphone ku duluan.
: Ga, tau. Hmmm,
mungkin aja ada teman di kelas ku. Kemudian dia sms kamu
pakai nomor ku dan lupa menyebutkan namanya.
: Hmm, ya sih ada
satu teman ku disana
: Nah, kan bener
kan.
: Yadeh, yadeh maaf.
: Eh, aku belum tahu
nama mu nih. Nama mu siapa?
: Aku, Thifa. Aku di
VIII.7
: Oh, oke deh.
Liburan ini mau kemana?
: Aku ke Dufan,
kemudian lanjut ke kebun strawberry di Bandung
: Wah, asyik tuh.
Aku liburan ini cuma liburan dirumah aja.
: Kasian, kasian.
Wkwk
: Jahat nyaa
: Haha,
bercanda-bercanda.
Seiring berjalannya sang waktu, aku dan Thifa semakin akrab satu
sama lain. Dan kalian tahu apa? Dari sebuah sms nyasar itu, dia nantinya akan
menjadi orang spesial bagi ku. Yaitu, menjadi pacar ku.
***
Setelah satu setengah minggu liburan semester satu, akhirnya
sekolah kembali dimulai untuk semester dua. Seperti biasa, setiap awal semester
baru pastinya banyak pengumuman-pengumuman aneh dari wakil-wakil kepala
sekolah. Dan karena itu, aku ogah dengerin pengumuman-pengumuman gak penting
itu. Namun, ketika sedang asyik-asyiknya ngobrol dengan teman-temanku handphone
ku bergetar.
“Hmm, sebuah sms.
Dari siapa ya?” tanya ku dalam hati.
Thifa : Woi, ngobrol juga lagi. Wkwkwk
Aku
: Yaelah, kenapa emang? Kamu dimana? Kok bisa ngeliat aku?
Thifa
: Nggak ada, lagi bosen aja. Haha, dimana yaa…
Aku
: Ya ampun…
Thifa
: Haha, weekkk :P
Aku
: Yeee, ni anak ngeledek mulu nih
Thifa
: Hahaha, masalah?
Aku
: Masalah ga yaaa.. :P
Thifa
: Balas dendam niyeee
Aku
: Gak tuh.
Thifa
: Masa?
Aku
: Iya
Thifa
: Ciyus?
Aku
: Enelan
Thifa
: Miapah?
Aku
: Mie kuaaahhh… :P
“Jiee, Hafizh punya
pacar baru” Rijal menyadarkan
“Eh, nggak ada kok.
Ini Cuma teman biasa” elak ku
“Teman, atau
temaaannn?” Rijal menggoda
“Teman, serius deh”
“Nggak percaya tuh”
“Kalau gak percaya,
yaudah.”
“Yadeh, yadeh
percaya.”
“Nah, gitu dong.
Wkwk”
“Yaudah, ayo kita
masuk kelas. Panas nih!”
“Ayo!”
Kami pun masuk
kedalam kelas masing-masing, karena pengumuman-pengumuman aneh telah usai. Dan
kami kembali ke kelas untuk belajar seperti biasa.
***
“Huaaahhhh….” Aku menguap selebar-lebar nya, karena tadi malam
sempat begadang.
“Eh, sekarang hari Minggu ya?” aku bertanya kepada diri sendiri.
“Yes, akhirnya bisa juga bebas sehari
dari rutinitas yang membosankan itu. Tidur lagi aahh”
Namun, baru saja aku mau tidur kemnbali.
Sebuah sms sudah masuk ke handphone ku.
“Yaelah, siapa sih yang ganggu!”
Thifa
: Fizh, hari ini ada acara nggak?
“Ternyata yang sms Thifa”
Aku :
Enggak, Thif. Emang nya ada apa?
Thifa
: Ke Gramedia, yuk.
Aku :
Hah? Gramed? Ngapain?
Thifa
: Mau jualan! Ya beli buku lah, ngapain pula lagi!
Aku :
Eh, hehe. Iya yaa, oke deh tunggu bentar ya aku mandi dulu.
Thifa
: Lhaa, baru mau mandi? Emang daritadi ngapain aja?
Aku :
Baru bangun nih, kan sekarang hari Minggu
Thifa
: Ya ampuunn, dasar kebo!
Aku :
Biarin, meskipun kebo tapi kan tetep cakep. Wkwk
Thifa
: Yadeh, ayo buruan mandinya. Ntar mataharinya makin panas
Aku :
Iya, iya.
***
Thifa : Fizh, dimana?
Aku : Otw, angkotnya ngaret banget nih.
Thifa : Cepetan dong!
Aku : Iya, iya. Sabar dikit kenapa.
Thifa : Yaudah, aku tunggu cepat yaa.
Aku : Ni, aku udah sampe. Kamu, dimananya?
Thifa : Di pintu masuk
Aku : Oke aku kesana.
***
“Kok lama banget sih dating nya, aku udah daritadi nungguin.” Katanya
kepada ku.
“Maaf, maaf. Tadi susah dapat angkotnya.” Alasan ku.
“Kamu, mau nyari buku apa?” Tanya ku kepadanya
“Rencana nya sih mau beli novel”
“Novel apa?”
“Kalau nggak salah judulnya Hafalan Shalat Delisa.”
“Wesh, ngeri nih bacaan nya”
“Nggak tuh, biasa aja.”
“Ayo lah kita lihat ke lantai tiga. Biasanya kan novel banyaknya
disana.” Ajakku
Tak lama kemudian, kami sampai dilantai tiga. Tempat dimana semua
novel, komik, roman remaja, dewasa sampai buku pelajaran ada disana. Kami
mencari buku yang di katakan Thifa tadi. Biasa nya sih ada di sudut ruangan
dekat tangga naik. Tapi setelah dicari, buku itu tidak ada disana. Kami pun
mencoba mencari disudut yang lainnya.
“Haduuhh, dimana sih bukunya. Kok daritadi nggak ketemu-ketemu.”
Kata Thifa
“Yaudah sabar aja, coba aja cari di tempat lainnya dahulu. Jangan
sampe kita meninggalkan satu tempat saja”
”Yadeh” jawabnya pendek
Aku pun mencoba untuk mencari di tempat yang belum kami telusuri,
dan akhirnya..
“Nah, ini dia nih bukunya. Letak nya tersembunyi banget, gimana
cara orang mau beli kalau tempat nya seperti ini. Hmmm….” Aku berfikir sejenak.
“Ahaaa, aku kerjai Thifa ah.”
Aku dapat sebuah ide, untuk membuat Thifa sedikit bisa terhibur.
“Haduuhh, nggak ketemu-ketemu nih, Fa. Pulang aja yuk, capek nih.”
Kata ku memelas
“Yaahh, yaudah deh. Ayo kita pulang” jawanya dengan nada murung.
Kemudian, kami pun turun kebawah dengan ekspresi wajah ku yang
dibuat-buat. Aku pura-pura sedih dengan tidak ditemukannya buku itu. Namun
ketika lewat di tempat kasir, aku menyuruhnya untuk menunggu sebentar.
“Fa, tunggu bentar ya. Aku mau nyari buku yang waktu itu aku
inginkan. Tunggu bentar ya.” Sambil senyum sedikit aku menyuruh nya menunggu
sebentar.
“Iya deh, cepat ya, Fizh”
Langsung saja aku menuju ke kasir untuk membayar buku Hafalah
Shalat Delisa yang telah aku dapatkan tadi, tanpa sepengetahuan dia.
“Semua nya empat puluh lima ribu, dek.” Kata seorang kasir yang
ramah kepadaku.
“Nih kak uangnya.”
“Terima kasih, datang lagi ya.”
Setelah membayar bukunya, aku kembali menemui Thifa yang telah
menunggu ku sedari tadi.
“Kok lama banget sih, Fizh!”
“Di kasirnya lagi banyak orang yang antri, Fa. Makanya harus
menunggu dulu. Maaf ya.”
“Yaudah, ayo kita pulang.”
“Eits, tunggu dulu. Sebelum pulang aku punya sebuah kejutan untuk
mu.”
“Kejutan? Kejutan apa?” Tanya nya bingung.
“Ada deh, tapi ada syaratnya.”
“Apa syarat nya?”
“Kamu harus menutup mata, sambil julurin kedua tangan mu dan nggak
boleh ngintip. Oke? Bisa kan?”
“Oke, tapi jangan yang aneh-aneh ya.”
“Tenang aja, ga akan aneh-aneh kok. Baik, sekarang tutup matanya
ya.”
Setelah memastikan kalau dia tidak bisa melihat apa yang aku kasih,
segera aku letakan buku yang telah aku beli tadi.
“Eh, apa ini? Kok ada bungkusan plastik nya?” kata Thifa penasaran
“Haha, lihat aja nanti ya. Tapi kamu belum boleh buka mata dulu, ntar
buka mata nya kalau udah nyampe dibawah.”
“Lha? Terus gimana caranya aku turun?”
“Tenang, aku bombing sampai dibawah ntar.”
“Hmm, yadeh.”
Aku membimbing nya menuruni anak tangga dengan sangat berhati-hati.
“Duuhh, ribet banget sih. Lama lagi nih sampe bawahnya?”
“Bentar lagi kok, Fa. Sabaarr.”
“Aku buka aja lagi ya.”
“Eeehh, jangan!”
Beberapa saat kemudian kami sudah sampai di halaman parkir
Gramedia.
“Oke, sekarang buka matanya.”
“Emang nya yang kamu kasih tadi apaan sih? Kayaknya gimana gitu
kan.”
“Hmm, lihat aja sendiri, Fa.” Jawab ku sambil tersenyum-senyum
sendiri.
Karena rasa penasarannya yang sangat memuncak, Thifa langsung
membuka bungkusan buku yang aku belikan tadi. Dan kalian tahu apa ekspresinya? Haha,
luar biasa.!
“Hah, i…i…inii..”
“A…a..apa? Hahaha.” Ledek ku kepadanya.
“Ini, buku yang aku cari-cari daritadi. Ya Allah, kok bisa kamu temukan,
Fizh?”
“Haha, ya bisa dong. Kenapa emang?”
“Terima kasih banget ya, Fizh. Ya Allah, gak kebayang bagaimana
kamu bisa temukan buku ini. Makasih ya, Fizh.”
“Iya, sama-sama. Mudah-mudahan kamu senang dengan bukunya ya. Aku
juga ikut senang.”
Bagaimana teman? Romantis kan? Aku juga nggak menyangka dia bakalan
seriang dan bahagia itu, padahal itu cuma sebuah buku. Dan harga nya juga nggak
seberapa. Yah, begitu lah wanita apapun yang diberikan oleh orang yang spesial
oleh nya, dia akan merasa sangat bahagia meskipun yang diberikan hanya sekadar
yaa, sesuatu yang tidak begitu mahal.
***
“Astaghfirullahal
‘azhim..”
Aku terbangun dari mimpi yang mengingatkan ku akan masa lampau.
Semua nya begitu nyata, terasa seperti baru saja terjadi kemarin. Mungkin
karena aku terlalu merindukan teman-teman ku sehingga sampai terbawa mimpi. Namun
aku tak mau terlalu larut dengan masa lalu ini, aku ingin semuanya berjalan
seperti biasa kembali seperti air yang mengalir.
Aku coba untuk menenangkan pikiran sejenak. Setelah merasa sedikit
nyaman, aku melirik ke jam dinding di kamar ku. Pukul tiga dini hari.
“Masya Allah, aku belum shalat isya.” buru-buru aku pergi ke kamar
mandi untuk mengambil wudhu dan langsung menunaikan kewajiban ku kepada-Nya.
Selesai shalat isya, aku berpikir untuk melaksanakan shalat tahajud
untuk meminta ketenangan hati. Dan langsung saja tanpa pikir panjang, aku
kembali bangkit dan kemudian mengangkat tangan setetantangan telinga sambil
mengucapkan takbir.
“Assalamu’alaikum warah
matullah, assalamu’alaikum warah matullah.”
“Ya Allah, Ya Rabbi, aku memohon kepada-Mu Ya Allah berikanlah aku
ketenangan jiwa dan ketenangan bathin dalam menghadapi semua ini. Mudahkanlah
setiap usaha yang aku lakukan untuk bisa keluar dari masa lalu ku Ya Allah, aku
tak ingin masih dihantui oleh masa lalu itu. Aku ingin menjalani hidup dengan
tenang seperti teman-teman ku yang lain. Memang kenangan yang engkau tunjukan
kepada ku melalui mimpi tadi adalah kenangan indah, namun aku ingin kenangan
yang sama juga terjadi dengan teman-teman baru ku di SMA ini. Biarkanlah
kenangan lama itu tetap tersimpan di hati ini, dan akan ku buka lembaran baru
untuk menyimpan kenangan-kenangan indah selama di SMA ini. Kabulkan do’a ku Ya
Allah. Subhana rabbika rabbil ‘izzati
‘amma yaa syifun, wassalamun ‘alal mursalin, walhamdulillahi rabbil ‘alamin.”
…BERSAMBUNG…
***
Padang,
26 Mei 2013
Pukul:
18.08 WIB
“Sebuah Kenangan”
Sampai
bertemu di cerita selanjutnya
Penulis